Jumat, 11 Maret 2011

Cara mudah untuk naik gaji

Tahun 2011 telah menyapa manis. Jadi berapa persen kira-kira gaji Anda akan dinaikkan oleh kantor Anda bekerja? Dan berapa bonus yang kira-kira Anda terima? Tentu semakin tinggi, semakin bagus – sebab kalau segitu-gitu aja, yah…..pan harga sekilo cabe rawit sebentar akan naik lagi. Kalau gaji naeknya segitu-gitu aja dan bonusnya zero, mana bisa kita nabung buat hidup masa depan?

Idealnya besaran kenaikan gaji dan bonus itu juga bisa bersifat fair : maksudnya mereka yang memang kinerjanya bagus tentu berhak mendapatkan persen kenaikan gaji dan bonus yang lebih aduhai dibanding mereka yang kerjanya ngasal dan berkualitas brekele.

Sayangnya, membangun sistem yang mampu membedakan great perfomers dengan poor performers ndak semudah membikin indomie rebus. Alhasil, masih banyak perusahaan yang kemudian menyamaratakan besaran kenaikan gaji dan bonus tahunannya kepada semua pegawainya. Ndak peduli bahwa ada diantara mereka yang sungguh-sungguh bekerja keras memeras keringat, dan ada juga yang bekerja alakadarnya.

Tentu saja akan lebih afdol kalau saja ada mekanisme yang membuat kenaikan gaji dan pemberian bonus bisa lebih bersifat fair. Berikut dua formula atau metode yang kadang digunakan oleh perusahaan untuk membuat diferensiasi antara pegawai yang bagus dengan yang tidak.

Metode Forced Rank. Metode ini sebagian dipicu oleh rasa gundah pihak manajemen melihat para atasan enggan (atau rikuh dan takut) membedakan prestasi kerja karyawannya. Alhasil sering kita melihat atasan memberikan nilai A semua kepada bawahannya (saya ndak tega pak kalau harus kasih nilai C kepada staf saya, begitu “alasan cantik” yang muncul. Duh!).

Begitulah lalu muncul ide forced rank. Metode ini intinya memaksa para atasan untuk meranking para anak buahnya, dari yang tertinggi hingga terendah. Contoh, jika seorang atasan memiliki 5 anak buah, maka dia wajib meranking kelimanya, mulai dari siapa yang berada pada ranking nomer satu hingga nomer lima (kriteria ranking merujuk pada prestasi kerja sehari-hari anak buahnya).

Melalui metode forced rank ini, para atasan dipaksa untuk secara sungguh-sungguh mengidentifikasi siapa yang punya prestasi bagus (dan karenanya layak mendapat ranking nomer 1), siapa nomer 2, dan seterusnya. Dengan metode ini, maka atasan tak lagi bisa lagi melakukan generalisasi penilaian kepada para bawahannya (yang acap menyembunyikan fakta bahwa ada diantara bawahannya yang lebih bagus dibanding lainnya).

Pelan-pelan melalui sistem forced rank itu, maka diciptakan mekanisme diferensiasi untuk membedakan mereka yang tangguh dan yang tidak. Tentu saja, bagi mereka yang rankingnya lebih tinggi maka layak mendapatkan kenaikan gaji dan bonus yang lebih besar dibanding yang rankingnya ada diperingkat bawah.

Metode Distribusi Normal. Metode ini sejatinya memiliki kemiripan dengan forced rank. Keduanya berangkat dari spirit bahwa harus ada pembagian antara yang prestasinya bagus dengan yang pas-pasan. Namun kalau forced rank memaksa pembagian ranking secara satu per satu (dari ranking nomer satu sampai yang paling bawah), maka metode distribusi normal melakukan pembagian kinerja berdasar persentase, dan biasaya diterapkan pada level departemen/divisi.

Sebagai misal, divisi marketing memiliki 100 orang karyawan, maka rating penilaian karyawannya harus didistribusikan secara normal : yakni hanya 20 % yang berhak mendapatkan nilai A, 60 % mendapat nilai B, dan 20 % mendapatkan nilai C (komposisinya juga bisa seperti berikut : jatah nilai A = 20 %, nilai B = 30 %, nilai C = 30%, dan jatah nilai D = 20%). Intinya, rating penilaian dari A s/d C atau D harus didistribusikan secara merata; dan tidak boleh semuanya numpuk pada nilai A.

Sama seperti forced rank, metode distribusi normal ini juga memaksa agar setiap departemen tidak royal memberi nilai A kepada semua karyawannya; dan harus lebih obyektif dalam membedakan antara yang punya prestasi bagus dengan yang tidak.

Baik metode forced rank dan distribusi normal mendorong setiap atasan untuk melakukan pembedaan rating kinerja kepada para bawahannya. Diharapkan dengan cara seperti ini, maka besaran kenaikan gaji dan bonus bisa lebih fair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar